Selasa, 13 April 2010

Sawahlunto, Sebuah Kota Belanda Kecil

Sawahlunto saat ini tengah berbenah menjadi kota pariwisata. Melakukan perubahan disegala sektor. Baik perubahan perekonomian dan perubahan tata kota yang selama ini cenderung tanpa kemajuan. Ditangan pemimpin kota saat ini Bpk. Ir. H. Amran Nur, bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda dan juga gua-gua bekas tambang batubara dahulu kembali dibuka untuk umum. Sawahlunto menggeliat manjadi salah satu kota tujuan wisata di SUMATERA BARAT.

-------

Jika anda berkunjung ke Kota Sawahlunto,.. anda akan melihat sebuah MENARA yang menjulang di tengah kota. Dipuncaknya jelas terlihat bentuk kubah yang menyatakan bahwa menara itu adalah menara sebuah mesjid. Tapi anda jangan terlalu cepat membuat sebuah kesimpulan. Karna bangunan yang berfungsi

sebagai menara masjid itu bukanlah bangunan baru demi menaikkan pamor Kota Sawahlunto yang berbudaya. Bangunan itu dulunya adalah sebuah cerobong asap pembangkit listrik tenaga uap, yang didirikan pada 1894. Dari konstruksi bangunannya, jelas bahwa bangunan itu dirancang oleh arsitek Belanda di masa penjajahan dulu. Tujuannya adalah agar kota tidak tercemar oleh polusi udara. Dengan ketinggian +/- 90 Meter, asap pembuangan akan langsung diterbangkan angin ke balik bukit yang mengelilingi kota Sawahlunto.

Menara dan Mesjid Agungnya hanyalah salah satu contoh bangunan peninggalan Belanda di Kota Batubara itu. Banyak lagi bangunan tua khas Belanda yang dapat anda nikmati di sana. Pemerintah Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, memang sedang giat "menghidupkan" motto "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya" (*dicanangkan tahun 2001).

Saat pertama kali anda memasuki Kota Sawahlunto, anda akan diberikan keindahan yang tampak dari "Kelok S". Nama ini diambil karna jalan tersebut berbelok seperti huruf "S". Dari sini,... anda akan melihat Kota Sawahlunto dari ketinggian.. Akan lebih indah jika dilihat di malam hari.

Pemerintah kota yang dipimpin oleh Bpk. Ir. H. Amran Nur, benar-benar sedang bernafsu untuk memabngkitkan pariwisata di Kota ini. Sampai saat ini, +/- 75 bangunan pemerintah dan rumah tinggal masyarakat setempat dijadikan cagar budaya guna pengembangan pariwisata. Dengan mengucurkan dana bantuan Rp. 10 Juta untuk renovasi/mempercantik rumah yang berada di jalur wisata, maka kota Sawahlunto tampak tampil lebih cantik.

Bangunan yang dulunya adalah kantor sebuah bank pemerintahan yang berbentuk bangunan Belanda, sekarang dijadikan gedung pertemuan (sositet) bernama Gluck Auf, yang dibangun pada 1910. Dulu, disanalah para pejabat kolonial berdansa, bernyanyi, sambil menikmati minuman.

Ada puluhan bangunan Belanda di Kota Sawahlunto ini. Wisma Ombilin-1918, Kantor pusan Ombilin, Goedang Ransoem, Gereja, Sekolah, dan lain-lain adalah bangunan Heritage gaya kolonial Belanda yang melekat begitu kuat di jantung kota Sawahlunto. Berdiri kukuh hampir satu abad lamanya.

Bapak Walikota Amran Nur, melakukan metamorfosis bekas kota tambang itu menjadi living museum. Dia meneruskan perencanaan yang sudah dibuat wali kota sebelumnya, Subari Sukardi. Beliau menargetkan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata Rp 1,8 miliar per tahun. Gila...!! Dan beliau memang sangat Gila..!! (Maaf, Gila disini bukanlah gangguan jiwa. Tapi bentuk kekaguman atas target yang dicanangkannya... Semoga tercapai..)

Bukan hanya gedung peninggalan Belanda yang di "garap" secara bertahap, tapi juga bangunan bekas pertambangan, menara-menara, terowongan yang menuju tambang bawah tanah. Berbagai alat produksi dan pengolahan batu bara sisa ombilin dulu juga ikut didandani.

Untuk meningkatkan pendapatan daerah pengganti tambang, pemerintah sama sekali tidak membangun gedung baru. Mereka melakukan konservasi berbagai bangunan tua. Bahkan reruntuhan bekas tambang tidak dianggap perusak pemandangan, tapi dijadikan "monumen". Langkah ini yang membedakan Sawahlunto dengan kota lain yang malah meratakan dengan tanah bangunan tua nan bersejarah.

Pemerintah di sana mendirikan Museum Kereta Api Heritage Tourism. Dimana Stasiun Kereta Api Kota Sawahlunto dijadikan salah satu museum kereta api di Indonesia. Karna dari Kota inilah pertama kali adanya ide untuk mebangun jalur kereta Sawahlunto - Teluk bayur, guna membawa batu bara ke pelabuhan kota padang.

Kemudian Pemerinta Kota memugar bekas gudang ransum dan dapur umum tambang di daerah air dingin. Bangunan ini dulunya adalah tempat masak makan untuk ribuan kuli tambang--yang disebut "orang rantai"--. Museum ini dinamakan Museum Goedang Ransoem.

Sejarah "Orang rantai" tak akan bisa dilepaskan dari sejarah Sawahlunto. Merekalah para terpidana pemerintah kolonial Belanda yang dipaksa bekerja pekerja tambang batu bara. Nyaris tak pernah lepas dari rantai besi, mereka terus bekerja tanpa henti. Tak ada nama, karna mereka hanya dipanggil berdasarkan nomor urut rantai. Bahkan nisan-nisan merekapun hanya mencantumkan angka, tanpa nama....